Negeriku
Aku terlahir kembali
Di dunia ini
Melayat ke dunia
Bengkahan musim gugur
Dan bukit-bukit yang masam
Dimatamu
Aku adalah pelayatmu
Setelah kau ribuan tahun sakit
Dari Pulau Kecil
Garam berdenyar di rambutku
Asamkan rongga matahari di dada
Dan rantau peta kusut dari tapak ibuku
Bakar akar-akar siwalan montorna
Kutempa celurit dari jauh serba musim
Bersanding hening jemari malioboro
Kaliurang purna mengiatku
Kepada akar musim waktu yang bisu
Dialog kecil sepanjang gairah ranjang tidurku
Melelah kepada bantal yang berburu kereta
Dan aku berkali-kali terjaga manjengukmu
Merengkuhmu ke dalam bari bunga kenanga
Disini hidup
Dari hijau lubuk
Mencumbu ikan-ikan
Jalanan kebat warna
Menabungku setangkai-setangkai
Patung Debu
Ceruk terisisa
Nafas di balik kancing bajumu
Sampai kau pulang jalan ke rumahku
Di kota ini kau senantiasa menemukan kulit jalan
Terkelupas debu berhambur kepada pusarku
Mengapa seperti pusaran angin beliung mengubah
Patung debu. Langit beringsut serupa piramida
Di tengah padang yang gerang.
Jika kakimu tersayat silet bebatu atau puntung matahari
Ditengah kota bangkai ini. Sepenuhnya hidupku
Berlayar di sini mengaduh langit besi karat dan
Engkau pulang dengan wajah purna limau.
Tak ada penyambutan di tengah terik seperti ini
Selain dendang nafasku sepanjang jalan pulangmu
Setelah dendang nafasku sepanjang jalan pulangmu
Setelah kau berkali-kali meludahiku!
Kawan, terimakasih
Engkau telah menyisakan waktu ziarah ke kotaku
Kota-kota daging dan tawa memecah jenuh dingin
Di tubuhku
riwayatmu berhamburan meradang
seperti patung debu di puaran puting beliung.
Perjanjian Masa
Hamparan hijau runput nan damai
Membentang seluas pandangan
Di antara pilu ayup seruling yang mengalun
Hadirkan buai dalam semilir angin
Tergetar seluruh tubuh
Inikah tempat yang dijanjikan
Yang biasa kudengar dari legenda masa
Yang biasa kulihat dilukisan rasa
Aku datang penuhi panggilan jiwa
Aku datang untuk kemenangan
Aku datang untuk merasakan
Aku datang untuk menggenggam
Semuanya
Kenangan
Aku mulai malam seperti mengecup kening
Hujan berguguran di sepetak wajahmu yang lugu
Dan aku tak lagi menemukan kelebat tubuhmu
Selain lengking kereta karat dan lalu lalang paar
Dirambutku kenangan memamah buah sirsak
Dan bintang luluh membuat sarang
Tawa kecil seperti serang
Aku sepmakin terdesak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar